Entri Populer

Selasa, 14 Desember 2010

I am MUSLIMAH ..........

Shelina Zahra Janmoha med, seorang Muslimah Inggris, memendam harapan. Kelak, Muslimah di Inggris khususnya tak lagi dipandang karena keyakinan atau jilbab yang mereka kenakan, tetapi masyarakat mengapresiasi prestasi yang mereka ukir. Shelina berharap stereotipe dan citra miring terhadap Muslimah pudar.

Ia menganggap, sangat bagus memandang Muslimah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan negaranya. Bukan karena label Muslimahnya, melainkan lebih dari itu karena bakat dan kontribusi yang mampu diberikan.
Seperti perempuan lainnya, Muslimah juga dekat dengan isu-isu keseharian, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan keluarga.

Ia mengajukan contoh, Barones Sayeeda Warsi, Muslimah yang menjadi salah satu ketua Partai Konservatif dan kini menjabat sebagai menteri di kabinet Perdana Menteri David Cameron.
Bulan lalu, ia tampil di hadapan media bersama dua anggota parlemen perempuan untuk beradu argumentasi dengan kalangan oposisi. Ia disegani.

Namun, kenyataannya, Muslimah pada umumnya harus menghadapi rintangan tambahan dibandingkan perempuan lainnya. Simak saja, ujar Shelina, apa yang terjadi di bursa kerja. Berdasarkan laporan UK Equalities and Human Rights Comission 2010, hanya 24 persen Muslimah di Inggris yang bekerja.

Fakta ini kemudian menggelitik orang-orang yang tak tahu benar tentang Islam dan Muslim untuk segera melontarkan komentar. Mereka berujar, tak banyaknya Muslimah yang mendapatkan pekerjaan terkait dengan tekanan yang dihadapi mereka oleh keluarganya. Salah satunya, mereka diharuskan berjilbab atau tinggal di rumah saja.

Pandangan itu terbantahkan oleh sebuah laporan yang dirilis The Young Foundation pada 2008. Lembaga ini menyimpulkan, jika merunut pada generasi kedua Muslimah di Inggris, pandangan bahwa keluarga melarang Muslimah bekerja tak tepat. Sebagian besar mereka mendapatkan sokongan dari keluarganya untuk bekerja.

Menurut The Young Foundation, halangan yang menghadang para Muslimah sama dengan hambatan para perempuan pada umumnya, seperti diskriminasi gender. "Namun, Muslimah Inggris harus lolos dari hambatan lain, yaitu diskriminasi karena keyakinan dan pakaiannya," kata Shelina seperti dikutip Middle East Online, belum lama ini.

Padahal, komunitas Muslim memiliki generasi perempuan sebagai politikus, pemimpin komunitas, pengusaha, dan penulis. Dengan kenyataan ini pula, Muslimah kini harus terus berjuang untuk menebas semua rintangan, lalu melahirkan citra, kisah, dan budaya baru. Paling tidak, Shelina juga bisa menjadi salah satu contoh.

Ia membuat sebuah blog, Spirit 21, lima tahun lalu, untuk menyuarakan perihal Muslimah Inggris yang jarang didengar. Ternyata, blog ini menuai sukses. BBC bahkan menyatakan blog milik She lina menjadi salah satu blog Muslim yang paling berpengaruh. Media nasional dan internasional memburunya untuk mendapatkan wawancara.

Seakan-akan Shelina menjadi juru bicara kaumnya. Penghargaan pun disematkan kepadanya karena dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Muslimah Inggris yang paling berpengaruh. Bukunya, Love in a Headscarf, yang menceritakan Muslimah berjilbab mencari calon suami diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa.

Sosok lain yang juga sarat prestasi adalah Jobeda Ali. Ia mengorganisasi Cineforum yang menampung film di seluruh dunia yang menggambarkan Muslimah. Ada juga Shaista Gohir yang mempunyai laman Big Sister. Laman ini menyajikan Muslimah sukses yang bisa dijadikan model bagi Muslimah lainnya.

Sarah Joseph, seorang mualaf, membuat majalah gaya hidup Muslim pertama yang begitu terlihat mewah. Dan, Roohi Hasan, seorang editor berita televisi serta anggota tim yang merancang berita Channel 5, salah satu program berita paling populer di Inggris.

Sementara itu, Maleiha Malik adalah profesor hukum di Kings College London yang prestisius. Ia fokus pada diskriminasi hukum, perlindungan pada kaum minoritas, dan juga seorang feminis. "Dengan semua ini, kelak stereotipe terhadap Muslimah sirna dan kekayaan bakat yang dimiliki Muslimah akan diakui," kata Shelina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar